Bersih-bersih Riba
Di antara kebaikan bulan Ramadhan adalah kesempatan yang lebih besar bagi kita untuk memperbanyak ibadah, doa, doa, dan doa.
Ada pepatah mengatakan,
الله يغضب إن تركت سؤاله وبني آدم حين يسأل يغضب
“Allah murka pada orang yang enggan meminta kepadaNya, sedangkan manusia ketika diminta ia marah”
Sungguh Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Lihatlah manusia, semakin banyak seorang manusia dimintai sesuatu maka bisa jadi dia makin berat hati. Sedangkan Allah Ta’ala mencintai hamba yang meminta kepadaNya. Bahkan melaknat orang yang enggan berdoa. Firman Allah,
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي
سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepadaKu, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60)
Belum lagi ‘bonus’ ampunan dosa bagi hamba yang berdoa.
يا ابن آدم إنك ما دعوتني ورجوتني غفرت لك على ما كان منك ولا أبالي
“Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu” (HR. At Tirmidzi, ia berkata: ‘Hadits hasan shahih’).
Namun kita perlu memperhatikan bagaimana adab dan syariat serta menyingkirkan penghalangnya. Di antara penghalang utama doa mustajab adalah harta haram.
Sudahkah kita mengaudit harta kita dan benar-benar bersih terbebas dari harta haram?
Telah ma’ruf bahwa di antara harta haram adalah riba. Dan di antara riba yang banyak tersebar, sedangkan yang sering orang lalai adalah bunga bank pada bank konvensional yang mana ulama sepakat atas keharamannya.
Dalam Taysir Al Fiqh Syaikh Sholih bin Ghonim As Sadlan, dinukilkan bahwa bunga bank yang diambil dari pinjam-meminjam atau simpanan, itu adalah riba karena didapat dari penambahan (dalam utang piutang). Maka keuntungan dalam pinjaman dan simpanan boleh sama-sama disebut riba.
Meskipun ada segelintir pendapat yang syadz, namun tentu seyogyanya kita mentarjih dan memilih pendapat secara adil dan hati-hati karena semua akan dipertanggung jawabkan di akhirat.
Adapun membuka rekening tabungan agar bisa melakukan transaksi yang dibutuhkan.
Terdapat beberapa keterangan dari para ulama, yang mengisyaratkan bolehnya membuat rekening bank, untuk memanfaatkan jasa bank, semacam transfer gaji atau yang lainnya. Di antaranya fatwa syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani rahimahullah, juga Lajnah Daimah.
Syarat yang disampaikan Lajnah Daimah, bahwa uang yang sudah ditransfer harus segera diambil, agar tidak mengendap di bank dan membuahkan bunga.
Jika masih saja ada bunga setiap bulannya maka wajib bagi kita untuk mengeluarkannya. Perlu diketahui, sebagian kita menganggap jika bunga lebih kecil daripada biaya admin maka bunga tidak perlu dikeluarkan.
Namun tentu ini kurang tepat, karena biaya admin adalah biaya jasa bank yang harus kita bayarkan, sementara bunga adalah bagian dari harta haram yang bukan hak kita, sehingga keduanya berbeda dan terpisah, dan bunga harus tetap dihitung dan dikeluarkan sekecil apapun.
Harta riba tidak halal bagi seorang muslim untuk dimanfaatkan sendiri. Maka dia harus mengembalikan pada sumber dana riba jika bisa.
Jika tidak memungkinkan dikembalikan karena tidak diketahui pemiliknya maka para ulama berselisih pendapat.
Pertama, dijaga dan tidak boleh dimanfaatkan. Ini pendapat Imam Syafi’i.
Kedua, disalurkan untuk yang berhak menerima menurut syar’i. Ini pendapat jumhur ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambali.
Maka pendapat jumhur ulama lebih mendekati. Karena harta riba jika dimusnahkan, maka itu sama saja membuang harta. Dan jika hanya dijaga saja, itu juga sama tak ada guna. Di antara dalil yang mendukung ini adalah syariat tentang luqathah (barang temuan).
Lalu kemana harus disalurkan? Ada empat pendapat ulama dalam masalah ini,
Pendapat pertama, untuk kepentingan kaum muslimin secara umum, ini pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Pendapat kedua, sebagai sedekah sunnah secara umum, mencakup hal maslahat, pemberian fakir miskin atau pembangunan masjid. Ini pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Imam Ahmad, Hambali, dan pendapat Imam Ghazali.
Pendapat ketiga, disalurkan pada maslahat kaum muslimin dan fakir miskin, selain masjid, karena infaq masjid harus suci. Ini pendapat Lajnah Daimah.
Pendapat keempat, disalurkan untuk fii sabilillah, yaitu untuk jihad di jalan Allah. Ini pendapat Ibnu Taimiyah.
Maka pendapat pertama dan kedua punya maksud sama yaitu untuk kemaslahatan umat muslim. Apalagi karena sebab terlilit hutang riba.
Adapun pendapat keempat bukan menunjukkan pembatasan pada jihad saja, namun menunjukkan afdhalnya.
Sedangkan pendapat ketiga dari Al Lajnah Ad Daimah adalah karena wara’ dalam masalah shalat di tanah rampasan (al ardhul maghsubah), di mana sah tidaknya diperselisihkan. Sehingga harta riba jangan disalurkan untuk pembangunan masjid.
Maka kesimpulannya untuk lebih hati-hati, harta riba disalurkan untuk kemaslahatan umum, fakir miskin, selain untuk masjid dan tidak boleh dimanfaatkan pemilik riba secara personal. Wallahu a’lam.
Semoga Allah menyelamatkan dan membersihkan kita dari harta haram.