Tazkiyah

Antara Rizki Harta Dan Ilmu

Manusia terlahir dalam lemah, susah, payah, tak punya apa-apa. Kemudian Allah beri rizki yang begitu deras tanpa henti sampai dia mampu berjalan, berkarya, yang kalau kita hitung jumlahnya sampai umur habis pun tak cukup menghitung keseluruhannya. Namun ternyata ada rizki terselubung yang lebih besar dari sekedar rizki harta, yakni ketika Allah barengkan rizki harta itu dengan rizki ilmu sehingga dia bisa mengolah hartanya di jalan yang benar, karena begitu banyak orang yang diberi limpahan rizki harta namun justru hartanya yang mencelakakannya. Dia habiskan hartanya untuk foya-foya yang akan membuatnya celaka ketika ditanya untuk apa hartanya dihabiskan.

Maka di antara rizki terbesar adalah rizki harta yang dibarengi dengan rizki ilmu, dan motivasi tertinggi dalam menuntut ilmu adalah untuk meraih ilmu Al Quran dan Sunnah, memahami segala sesuatu yang datang dari Allah dan RasulNya sesuai dengan yang dikehendakiNya, tahu dan mengamalkan hukum-hukum yang diturunkanNya. Sedangkan motivasi terendah dalam menimba ilmu adalah hanya ingin disebut orang pandai, hanya ingin meneliti permasalahan langka, atau hanya ingin tahu perbedaan pendapat, sedangkan ia sendiri tak ingin mengetahui mana yang benar di antara pendapat-pendapat tersebut.

Begitupun cita-cita tertinggi adalah cita-cita yang berkaitan dengan cinta kepada Allah dan senantiasa mengikuti perintah agama sesuai dengan apa yang dikehendakiNya. Sedangkan cita-cita terendah adalah cita-cita yang mengikuti kehendak sendiri daripada kehendak Allah, ia menyembah Allah hanya berdasarkan kehendaknya, bukan menurut kehendak Allah, maka inilah bencana ilmu.

Bencana ilmu adalah jika suatu disiplin ilmu tidak sesuai dengan kehendak yang dicintai dan diridhaiNya. Dan inipun karena dua hal. Pertama, karena rusaknya ilmu, yaitu ketika seseorang berkeyakinan bahwa ilmunya dimilikinya sesuai dengan syariatNya, padahal hakikatnya tidak. Atau ia berkeyakinan bahwa ilmu itu dapat membuat dirinya dekat dengan Allah, padahal ilmu itu tidak disyari’atkan. Kedua, rusaknya niat, yakni ketika ia mencari ilmu hanya untuk menghapai dunia dan kecintaan makhlukNya. 

Rizki, ilmu, dan amalan itu saling berkesinambungan, masing-masing variabelnya bisa mengangkat derajat manusia atau bahkan memberatkan hisab dan menjerumuskannya ke liang neraka. Itulah mengapa kita diajarkan setiap ba’da shalat Shubuh, dalam rangkaian dzikir pagi petang membaca doa,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

(Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’a wa rizqon thoyyibaa wa ‘amalan mutaqobbalaa)

“Ya Allah, aku memohon pada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyyib dan amalan yang diterima” (HR. Ibnu Majah no. 925, shahih).

Ilmu saja tak cukup, tapi harus yang bermanfaat, begitupun rizki yang parameternya bukan sedikit atau banyak namun baik, sehingga keduanya menghasilkan amalan yang diterima. Inilah tujuan hidup kita, amalan diterima adalah satu di antara tanda Allah meridhai kehidupan kita.

جعله الله عالما ربانيا ومباركا علينا وعلى أمة محمد

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *