Fikih,  Tazkiyah

Memperhatikan Hak Tetangga

Kalau di Arab syai, di Turkiye cai. Memang begitu banyak vocab bahasa Turkiye yang sangat similar dengan bahasa arab, sebut saja tamam, bir dakika, dan banyak lagi. Hanya saja rojas, spelling dan pronounciationnya, juga grammarnya kebanyakan kalimat pasif yang membuatnya berbeda. Namun di sisi lain kebanyakan orang Turkiye justru tak terlalu suka dengan arab. Bukan karena faktor politik bukan pula soal liberalisme, apalagi soal ras karena orang Turkiye umumnya kalau bukan turki uyghur berarti turki kurdi yang dekat dengan ras arab. Lalu karena apa?, mungkin karena dua faktor.

Pertama, karena faktor sosial. Kebanyakan orang asing menganggap orang turkiye itu sama dengan arab, sedangkan banyak eksodus dari jiran mereka, suriah, begitu juga orang-orang gipsy, datang ke kota-kota besar di Turkiye kemudian menimbulkan masalah sosial baru dan yang tampak di permukaan kebanyakan mereka jadi pengemis di taman-taman bahkan sering melakukan scam, akhlak mereka kurang baik dan cenderung jauh dari agama yang bahkan sebagian mereka membaca alfatihah saja tak bisa. Kami pun ingat kasus-kasus tki kaburan di saudi yang akhirnya sedikit banyak mempengaruhi pandangan umum orang saudi terhadap orang Indonesia. 

Kedua, karena faktor jiran, tetangga, Turkiye bertetangga langsung dengan Suriah. Dan inilah yang sering terjadi. Lihatlah perselisihan di Serbia dan Bosnia, Turkiye Yunani, Korsel Korut, Saudi Qatar, pun juga Indonesia Malaysia atau Malaysia Singapore, sekalipun harmonis namun tetap saja jiran adalah jiran, sesekali memanas membara. Itulah mengapa Allah dalam syariat Islam menyuruh kita untuk memperhatikan betul tetangga dengan begitu detail dan banyak sekali dalil tentangnya. Bahkan sabda Nabi,

مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris” (HR. Bukhari 6014, Muslim 2625)

Syaikh Utsaimin mengatakan bahwa, bukan berarti dalam hadits ini Jibril mensyariatkan bagian harta waris namun maksudnya adalah beliau sampai mengira bahwa akan turun wahyu yang mensyariatkan tetangga mendapat bagian waris karena saking ditekankannya wasiat tentang tetangga ini kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. 

Lihat begitu banyak sabda Nabi tentang tetangga. Di antaranya,

‎مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)

‎وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ . قِيْلَ:

 وَ مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: الَّذِيْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

“Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: ‘Siapa itu wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: ‘Orang yang tetangganya tidak aman dari bawa’iq-nya (kejahatannya)‘” (HR. Bukhari 6016, Muslim 46)

‎لَيْسَ الْـمُؤْمِنُ الَّذيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ

“Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 149)

‎إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ، ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيْرَانِكَ 

فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوْفٍ

“Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik” (HR. Muslim 4766)

Dari banyak hadits kita tahu bahwa ternyata akhlak terhadap tetangga itu berkaitan erat dengan ketaqwaan seirang mukmin. Oleh karena itu para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam. Pertama, tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat, maka ada 3 hak  padanya : hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim. Kedua, tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan, maka ia memiliki 2 hak : hak tetangga, dan hak sesama muslim. Ketiga, tetangga non-muslim, maka ia memiliki satu hak, yaitu hak tetangga. Sedemikian hingga berbuat baik kepada tetangga ada tingkatannya. Semakin besar haknya, semakin besar tuntutan agama terhadap kita untuk berbuat baik kepadanya. Dan seorang mukmin tak boleh lalai dari hak tetangganya. Allahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *