Tazkiyah

Nikmat Aman, Nikmat Yang Sering Diingkari

Satu yang menarik sekaligus menyedihkan, saudara kita etnis Jawa di Dutch Guiana atau Suriname, di antara rombongan awal migrasi akhir tahun 1800an. Konon mereka di pasar secara random ditarik dan diajak makan-makan oleh kompeni, dan bangun-bangun sudah di kapal sehingga praktis banyak yang terputus hubungan begitu saja dengan kerabatnya.

Di antara mereka ada yang tak kuat dengan perjalanan berbulan-bulan tersebut dan lebih memilih melompat ke laut, dan ini tervalidasi oleh relief buatan pada monumen di pabrik gula Marienburg. FYI, Perjalanan paling ringkas ke sana pada hari ini dengan pesawat, harus via Amsterdam dulu, menuju Panama, baru setelah itu sampai ke Johan Adolf Pengel di Paramaribo Suriname.

Sedikit berbeda dengan penjajah lain, kompeni datang atas nama perusahaan dagang VOC bukan negara. Sedemikian hingga, praktis mereka hanya mengutamakan prinsip ceteris paribus dan mengesampingkan proses transfer nilai peradaban, budaya, bahasa, dan lain-lain sebagaimana penjajah lain. Sangat terkesan mereka menghalalkan segala cara untuk meraup untung.

Sungguh satu di antara nikmat besar yang Allah berikan dan sebagian kita sangat amat jarang mensyukurinya adalah nikmat keamanan. Benar dawuh Rasulullah,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى 

جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Siapa yang pagi hari dalam kondisi aman jiwanya, sehat raganya, dan dia punya bahan makanan cukup di hari itu, seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya.” (HR. Tirmidzi 2346, Ibn Majah 4280, dihasankan Al Albani)

Sering kita tak menganggap ketiga nikmat ini sebagai nikmat. Padahal memiliki tiga nikmat ini ibarat memiliki dunia seisinya. Begitu berharganya, maka sesuatu yang berharga tak boleh kita sia-siakan. Itulah mengapa, kita diperintahkan untuk menjaganya. Hindari setiap pemicu fitnah, karena ada ungkapan mengatakan,

الفتنة نائمة لعن الله من أيقظها

“Fitnah itu sesuatu yang tidur. Allah melaknat orang yang membangunkannya.”

Begitupun ketentraman dan kedamaian diri, jangan kau bangunkan, jangan pula kau merobeknya dengan maksiat. 

Sudah diberi harta janganlah berjudi, sudah diberi kedudukan dan kehormatan janganlah mengundang lelaki hidung belang, sudah diberi kesehatan janganlah menenggak khamr, dan seterusnya.

Maka jagalah keamanan dan ketentraman ini. Kalaupun terlanjur bersegeralah kembali, taubat nasuha. Sebagaimana maknanya, nasuha berarti sesuatu yang murni, yakni memurnikan perkara dari semua kotoran dan kerusakan. Bisa juga bermakna an nashahah, jahitan. Karena orang yang bermaksiat ibarat sedang merobek ketentraman dan agamanya, dan taubat nasuha yang menjahitnya kembali.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *