Antara Qasam Dalam Al Quran dan Tazkiyatun Nafs
Sumpah (qasam) adalah menguatkan sesuatu dengan menyebut yang diagungkan. Sumpah dalam Al Quran memiliki dua faidah. Pertama, ia menjelaskan keagungan muqsam bih. Kedua, menjelaskan pentingnya muqsam alaih. Maka sumpah tidak dilakukan kecuali dalam tiga keadaan, yaitu muqsam alaih yang begitu penting, atau objek yang diajak bicara mengalami keraguan, atau karena yang diajak bicara mengingkari.
Sumpah dalam Al Quran, terkadang ia menggunakan ba (ب), seperti pada QS. Al Qiyamah : 1,
لَآ أُقْسِمُ بِيَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ
“Sungguh Aku bersumpah demi hari kiamat,”
Atau menggunakan ta (ت), seperti pada QS. An Nahl : 56,
تَٱللَّهِ لَتُسْـَٔلُنَّ عَمَّا كُنتُمْ تَفْتَرُونَ
“Demi Allah, sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan.”
Atau ia menggunakan wawu (و), seperti pada awal surat Asy Syam,
وَٱلشَّمْسِ وَضُحَىٰهَا. وَٱلْقَمَرِ إِذَا تَلَىٰهَا. وَٱلنَّهَارِ إِذَا جَلَّىٰهَا.
وَٱلَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰهَا. وَٱلسَّمَآءِ وَمَا بَنَىٰهَا. وَٱلْأَرْضِ وَمَا طَحَىٰهَا.
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّىٰهَا. فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا.
Dalam surat ini Allah menggunakan kalimat sumpah delapan ayat berturut-turut, menunjukkan begitu pentingnya muqsam alaih setelah sumpah tersebut. Kemudian Allah berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا
“Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,”
Ternyata mensucikan jiwa lebih diutamakan sebelum amalan lainnya. Sehingga andai ia beramal, ia selamat dari riya’ dan ujub, yang notabene tiga orang pertama yang dilemparkan ke dalam neraka karena ini, sekalipun ia telah berjihad atau mengajarkan Al Quran atau berinfaq di jalan Allah.
Seandainya pula ketika ia belajar dan mulai sedikit berilmu, ia pun akan selamat. Hatinya tahan dari godaan mencela gurunya, dirinya selamat dari ancaman hancurnya pahala akibat meremehkan awam yang baru mengaji.
Dulu Allah mengumpamakan yahudi seperti keledai yang membawa buku, ia hanya memberatkan dirinya sedangkan tak ada satupun ilmu menempel pada hatinya. Dalam QS. Al Jumuah : 5 Allah berfirman,
مَثَلُ ٱلَّذِينَ حُمِّلُوا۟ ٱلتَّوْرَىٰةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ ٱلْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًۢا
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.”
Orang-orang Yahudi kala itu, mereka paham syariat namun tak mengamalkan, bahkan merubah esensi perintah sesuai nafsu mereka. Di jaman sekarang, ini tanbih bagi kita yang mungkin sudah belajar namun sedikit sekali mengamalkannya. Atau belajar namun justru malah sombong dan semakin suka menyalahkan saudaranya.
Maka sudah bagus dan betul terus belajar dan mengaji, namun jika ilmu itu tak membuahkan amalan maka apa bedanya dengan keledai yang membawa buku?. Allahul musta’an.