Fikih,  Tazkiyah

Cara Menasehati Suami

Terdapat satu pertanyaan berat yang datang tentang bagaimana sikap seorang istri terhadap suami yang berselingkuh, sudah dinasehati namun masih saja melakukannya, apakah si istri harus diam agar bisa masuk surga atau jika marah karena tersakiti akankah masuk neraka karena sebab durhaka.

Kami ingat bahasan tafsiran surat At Taghabun ayat 15, bahwa di antara tanda kasih sayang Allah terhadap hambaNya adalah dengan memberinya banyaknya ujian. Dan justru ujian itu paling banyak datang dari orang sekitar dan keluarga. Maka orang mukmin ketika mendapat ujian sejatinya itu hadiah khusus dari Allah untuk percepatan, sehingga jika berhasil maka dosanya akan berguguran, panen banyak pahala, dan dia semakin dekat dengan Allah. Sabda Nabi,

اَلْمُسْلِمُ إِذَا كَانَ مُخُالِطا النَّاسَ وَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ 

مِنَ المُسْلِمِ الَّذِي لاَ يُخُالِطُ النَّاسَ وَلاَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ

“Orang muslim jika dia bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguannya, maka dia lebih baik daripada orang muslim yang tidak mau bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas gangguannya.” (HR. Tirmidzi: 2431, Al Albani dalam Shahihul Jami’: 6651).

Jika suami melakukan berulang kali seperti ini, maka yang bisa kita lakukan,

Pertama, memperbanyak mohon ampun kepada Allah dan berdoa : 

“Ya Allah, berilah aku kesabaran dan ampunilah dosaku dan dosa suamiku, berilah dia petunjuk ke jalanMu yang benar”

Dan sesekali boleh mengeraskan atau menunjukkan doa kita ke suami, insyaa Allah dia akan paham maksud baik istrinya.

Kedua, tetap berusaha menasehati dengan baik. Namun perlu diingat karena fitrahnya lelaki itu pemimpin, maka secara asal lelaki tidak suka digurui, maka sebisa mungkin nasehati dengan strategi dan cara yang baik, misalnya mengawali dengan menunjukkan kasih sayang sebelum menasehati, utarakan ingin bareng-bareng sampai surga, dan seterusnya. 

Cara menasehatinya bisa agak diubah dengan cara pertanyaan atau mengajak diskusi, seperti perkataan, “aku denger dari ustadz fulan katanya begini itu dosa besar ya, ancamannya begini, itu bener ga ya”, atau pertanyaan semisal. Dan jika dibutuhkan utarakan nasehat dengan tulisan supaya bisa memilih bahasa yang lebih baik dan menghindari konfrontasi.

Ketiga, tetap berusaha sabar. Istri bisa memilih untuk sabar dan tetap taat dalam hal yang disyariatkan dan hal mubah, selama bukan kekufuran atau maksiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَايَصِفُونَ

“Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik, Kami lebih mengetahui terhadap yang mereka sifatkan.” (QS. Al-Mukminun: 96).

Ada tiga kemungkinan ketika kita didzalimi. Pertama, membalas secara setara, berlaku inshaf, adil, namun sulit. Kedua, membalas berlebihan, ini yang sering, maka justru kita yang lebih dzalim. Maka ada kemungkinan ketiga yang jauh lebih mulia : bersabar, memaafkan dan membuat perbaikan. Firman Allah,

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ 

عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.  Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy Syura: 40)

Pahalanya tanggungan Allah, menyiratkan betapa besarnya balasan yang akan Allah siapkan, bahkan berpotensi tak terbatas. Dan hanya orang khusus yang bisa seperti ini.  Allah tegasan dalam ayat lainnya,

وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

“Sikap itu tidaklah dikaruniakan kecuali kepada orang-orang yang bersabar dan tidaklah dikaruniakan kecuali kepada orang- orang yang dapat keberuntungan besar” ( QS. Fusshilat: 35).

Keempat, ini jalan terakhir, khulu’ / gugat cerai. Secara asal haram wanita menggugat cerai, sampai ada illat yang membolehkan, di Al Mughni dikatakan,

وجمله الأمر أن المرأة إذا كرهت زوجها لخلقه أو خلقه أو دينه 

أو كبره أو ضعفه أو نحو ذلك وخشيت أن لا تؤدي  حق الله 

في طاعته جاز لهاأن تخالعه بعوض تفتدي به نفسها  منه

“Kesimpulan masalah ini, bahwa seorang wanita, jika membenci suaminya karena akhlaknya atau karena fisiknya atau karena agamanya, atau karena usianya yang sudah tua, atau karena dia lemah, atau alasan yang semisalnya, sementara dia khawatir tidak bisa menunaikan hak Allah dalam mentaati sang suami, maka boleh baginya untuk meminta khulu’ (gugat cerai) kepada suaminya dengan memberikan biaya/ganti untuk melepaskan dirinya.” (al-Mughni, 7:323).

Allahul musta’an.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *