Fikih

Apakah Ifrazat / Keputihan Membatalkan Wudhu’

Di antara permasalahan yang agak mendetail dan kebanyakan belum terlalu mengerti terutama para pemuda dan pemudi adalah tentang mani, madzi, wadi, dan ifrazat atau keputihan.

Pertama, kita harus memahami perbedaan masing-masing cairan ini karena seringkali berkenaan langsung dengan permasalahan syarat dan rukun ibadah. Dalam al wajiz disebutkan rinciannya. Madzi yaitu cairan bening, tidak berbau, dan biasanya keluar ketika syahwat naik namun tak sampai orgasme. Cairan ini najis ringan namun tidak menyebabkan wajib mandi dan tidak membatalkan puasa.

Sementara mani, yaitu cairan yang keluar ketika syahwat memuncak, baunya khas. Yang rajih, ia tidak najis namun menyebabkan hadats besar, sehingga membatalkan puasa dan wajib mandi. Sedangkan wadi, ia bening, agak kental, dan keluar ketika kencing. Adapun ifrazat atau keputihan, adalah cairan bening yang keluar dari rahim tanpa ada mukadimah syahwat, bahkan terkadang keluarnya tidak terasa.

Kedua, tentang najis tidaknya, membatalkan wudhu’ atau tidaknya, terdapat ikhtilaf di antara para ulama yang bermuara dari dua hadits. Yakni hadits ‘Aisyah tentang mengerik mani yang mengering dari baju Rasulullah dan hadits Ustman bin Affan tentang pertanyaan Zaid bin Khalid, juga nanti ada kaitannya dengan nasikh mansukh hukumnya.

Dalam Al Mughni disebutkan,

وفي رطوبة فرج المرأة احتمالان : أحدهما , أنه نجس ; لأنه في الفرج لا يخلق منه الولد , أشبه المذي . والثاني : طهارته ; لأن عائشة كانت تفرك المني من ثوب رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو من جماع , فإنه ما احتلم نبي قط , وهو يلاقي رطوبة الفرج , ولأننا لو حكمنا بنجاسة فرج المرأة , لحكمنا بنجاسة منيها ; لأنه يخرج من فرجها , فيتنجس برطوبته . وقال القاضي : ما أصاب منه في حال الجماع فهو نجس ; لأنه لا يسلم من المذي , وهو نجس . ولا يصح التعليل , فإن الشهوة إذا اشتدت خرج المني دون المذي , كحال الاحتلام

“Dalam perkara keputihan yang keluar dari farji wanita, terbagi dua pendapat :

Pertama, statusnya najis karena seperti madzi, ia berasal dari kemaluan yang bukan unsur terciptanya seorang anak.

Kedua, keputihan statusnya suci. Karena ‘Aisyah pernah mengerik mani dari baju Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bekas jima’, dan seorang Nabi tidak mimpi basah. Sehingga dipastikan mani tersebut adalah cairan yang bercampur dengan cairan basah farji istri beliau. Karena jika keputihan dihukumi najis, maka mani wanita juga najis. Mengingat mani wanita juga keluar dari kemaluannya, sehingga bisa menjadi najis karena ada keputihan di leher rahim.

Di sisi lain al-Qadhi Abu Ya’la berpendapat, semua yang terkena cairan basah dari kemaluan ketika jima’ statusnya najis. Karena tak lepas dari madzi, sementara madzi hukumnya najis.

Ibnu Qudamah mengomentari, pendapat al-Qadhi kurang tepat. Karena syahwat ketika memuncak, akan keluar mani tanpa madzi, sebagaimana ketika mimpi basah.”

Dari sini, syaikh Mustafa Al Adawi menyimpulkan dalam Jami’ Al Ahkamun Nisa’,

وبإمعان النظر فيما سبق؛ يتضح أنه لم يرد دليل صريح على

أن رطوبة فرج المرأة نجسة. وأما ما أورده البخاري من

حديث وفيه: يتوضأ كما يتوضأ للصلاة ويغسل ذكره؛ فليس

بصريح في أن غسل الذكر إنما هو من رطوبة فرج المرأة،

ولكن محتمل أن يكون للمذي الذي خرج منه كما أمر النبي

صلى الله عليه وسلم المقداد لما سأله عن المذي؛ فقال:

توضأ واغسل ذكرك

فعلى ذلك تبقى رطوبة فرج المرأة على الطهارة

“Dengan melihat keterangan para ulama, disimpulkan bahwa tak ada dalil tegas menunjukkan hukum keputihan wanita najis. Sementara hadis yang dibawakan Bukhari,

 “Dia harus berwudhu sempurna dan mencuci kemaluannya..” 

Tidak  menunjukkan secara tegas bahwa mencuci kemaluan dalam kasus tersebut, disebabkan keputihan wanita, melainkan bisa jadi dipahami karena madzi. 

Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan al-Miqdad ketika dia bertanya tentang madzi, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Dia harus berwudhu dan mencuci kemaluannya.’

Oleh karena itu, keputihan yang ada di organ reproduksi wanita, statusnya suci.”

Dengan demikian, berdasarkan pendapat yang paling rajih menurut kami, mani statusnya tidak najis namun jika keluar maka wajib mandi besar. Sedangkan madzi ia najis dan membatalkan wudhu’ seperti kencing, namun tidak menyebabkan wajib mandi. Adapun keputihan, ia tidak najis namun jika keluar membatalkan wudhu. Allahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *