Semakin Mengenal Allah Semakin Bahagia
Kalau memang cinta, maka tak peduli kemana atau bagaimana melainkan yang penting bersama siapa. Maka begitupun seharusnya tauhid dan ma’rifatullah itu meninggi, di antara tandanya, apapun takdir yang menimpa selama itu membuat Allah semakin cinta maka bagaimanapun akan ia terima.
Inilah yang disebut para ulama sabagai salah satu esensi makna mendalam dari ayat Allah,
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
“orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Allah menyebutkan tanda kaum Mukminin, kegelisahannya hanya akan lenyap dan berganti dengan kebahagiaan hati ketika mengingat Allah, qalbu tak menjadi tenang dengan sesuatu selain dengan mengingatNya. Tak ada satu pun yang lebih nikmat, lebih memikat dan lebih manis bagi hatinya ketimbang mencintai Penciptanya, berdekatan dan mengenalNya.
Namun nikmatnya dzikir itu berdasarkan tingkat ma’rifah / pengenalan dan kecintaannya kepada Allah. Tuma’ninahnya hati ketika mengenal mendakam makna al-Quran dan hukum-hukumnya, begitupun dengan dalil dan bukti kebenaranNya.
Sedemikian hingga hati tak bisa tenang kecuali dengan sebuah keyakinan dan ilmu. Itulah mengapa ada jaminan dalam KItabullah dalam bentuk paling sempurna dan paripurna. Sedangkan kitab lainnya, justru semakin didalami semakin membingungkan karena kontradiksi antar dalil dan berbagai unsur pertentangannya.
Kata Allah,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَٰفًا كَثِيرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”
Begitulah sumber ketenangan hakiki, yakni mengenal Allah dengan mendalami apa yang terkandung dalam kitabNya. Allahul musta’an.